Dear Pemimpin Bangsa Indonesia,
Saat Aleppo dibombardir rezim Al Ashad, dan ribuan sipil tak berdosa dibantai dalam perang tanpa henti, Anda mungkin sedang berjabat tangan dengan Presiden Iran, Hassan Rouhani.
Adakah Tuan berbisik padanya "Berikan kesempatan pada sipil tak berdosa untuk keluar dari neraka perang? Izinkan mereka sejenak melakukan pemakaman pada jasad orang-orang tercintanya. Izinkan mereka mengobati luka".
Iran bagian dari pembantaian itu Tuan.
Sikap netral Indonesia dalam konflik di Suriah, memang sudah tepat. Karena itu bukan perang kita.
Namun izinkan saya bertanya dengan analogi "Andai ada anak tetangga berteriak minta tolong karena dilukai tanpa diobati, dianiaya tanpa henti, dikepung untuk sengaja dibunuh pelan-pelan, akankah Tuan diam dan pura-pura tidak melihat atau mendengar?".
Tuan, sikap diam bukan sikap kami, namun hanya sosokmu yang dinanti dunia untuk mengambil peran menghadirkan perdamaian. Karena Tuan yang diamanatkan jadi pemimpin.
Bukankah pembukaan UUD 1945 jelas menyatakan "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan".
Di sana ada senyata-nyatanya pembantaian. Kejahatan perang menggunakan senjata kimia. Penyerangan pada konvoi evakuasi korban. Pengepungan tanpa jeda. Amerika saja bersuara Tuan...! Kita
dimana ???
Tahun 1965, Proklamator Bangsa besar ini pernah menyentak dunia, dengan keluar dari keanggotan PBB. Hingga saat ini, Bangsa besar ini tidak menjalin hubungan diplomasi dengan zionis Israel, dan memiliki posisi penting dalam terwujudnya kemerdekaan Palestina. Bangsa besar ini juga pasti didengar, karena masuk dalam G20, sebagai Negara yang mempengaruhi ekonomi dunia. Lalu mengapa kita 'mengecilkan dan mengucilkan' diri, saat darah tumpah dan teriakan serta tangisan para yatim piatu memanggil kepedulian dunia?
Tuan, mereka juga manusia.
Tidak memintamu untuk mengajak kita masuk dalam perang saudara di sana. Bukan urusan kita.
Tidak memintamu untuk memutuskan hubungan diplomasi dengan sekutu rezim Assad, yang katanya mau bangun banyak pabrik di Negeri ini.
Tidak memintamu untuk mengirim pasukan perdamaian di perbatasan, atau tidak memintamu sekedar menggalang bantuan kemanusiaan. Tidak Tuan, saya tidak akan selancang itu.
Hanya memintamu MENYATAKAN SIKAP Bangsa ini. Memintamu menyerukan penyelamatan wanita, anak-anak dan sipil lainnya yang tak berdosa di sana.
"Biarkan perang itu menjadi perang mereka, namun selamatkan wanita, anak-anak, lansia, korban perang, para yatim piatu yang tak berdosa, keluar dari lokasi konflik".
CUMA ITU TUAN....!!! Cuma ingin mendengarmu menyampaikan PESAN PERDAMAIAN dan KEMANUSIAAN. Sebagaimana amanat dalam pembukaan 'kitab suci' Bangsa ini.
Mengikuti perkembangan di sana, dan melihat sikap diam kita, Saya mulai merasakan sakit jiwa.
Mengetuk hati pemimpin Negeri, memainkan peran diplomasi internasionalnya, mewujudkan genjatan senjata di Aleppo, demi puluhan ribu sipil tak berdosa yang masih terjebak dalam perang hawa nafsu.
#saveAleppo
[Dari seorang ibu, Afni Zulkifli]
__
Sumber: fb
0 Response to "Surat Terbuka Mengetuk Hati Tuan Presiden Atas Pembantaian Aleppo"
Post a Comment